كتاب الصيام
من فقه العبادات على مذهب الشافعى
Wajib mengqodho puasa bagi orang yg mempunyai kebiasaan gila atau mabuk
pada waktu-waktu tertentu (sepanjang hari). Dan jika gila atau mabuknya
hanya beberapa jam saja, maka tidak wajib mengqodho puasanya. Sedangkan
bagi orang yg terkena ayan atau epilepsi wajib mengqodho puasanya,
meskipun keadaan itu hanya terjadi beberapa saat saja. Dalilnya adalah
firman Allaah Subhanahu wata'alaa yg artinya: Dan barang siapa sakit
atau dalam perjalanan(lalu ia berbuka),maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yg ditinggalkannya itu,pada hari-hari yg lain.(al
Baqoroh:185).
3):BALIGH. Puasa tidak diwajibkan bagi anak-anak yg masih
kecil. Akan tetapi jika mereka berpuasa,maka puasanya adalah sah.
Seharusnya anak-anak mulai diperintah untuk berpuasa jika sudah berumur
tujuh tahun,dan agar dipukul karena tidak berpuasa jika sudah berumur
sepuluh tahun. Hal ini diqiyaskan dgn masalah sholat
4):MAMPU.
Maksudnya mampu untuk berpuasa tanpa merasa kepayahan yg teramat sangat.
*SYARAT SAHNYA PUASA*
*SYARAT SAHNYA PUASA*
1): Niat.
Dalilnya adalah sabda Rosulullaah
shollallaahu 'alayhi wasallam,yg diriwayatakan oleh sahabat 'Umar bin
Khotthob rodhiyallaahu 'anhu : Sesungguhnya amal-amal itu disertai
dengan niat, dan sesungguhnya bagi seseorang itu sesuatu sesuai dengan
yg ia niatkan.
Tempat niat adalah di dalam hati, dan hendaklah sambil
menghadirkan hati (membayangkan) bahwa hakekat puasa itu adalah menahan
diri dari segala hal yg membatalkan sepanjang siang. Niat dianggap tidak
cukup, jika hanya diucapkan oleh lisan, tanpa dibisikkan dalam hati.
Akan tetapi mengucapkan niat adalah sunah, karena lisan dapat membantu
hadirnya hati.
Khusus untuk puasa fardhu terdapat dua syarat dalam niat,
yaitu:
A): Menginapkan niat.
Jadi niat puasa fardhu harus dilakukan pada
malam hari. Dalilnya adalah sabda Rosulullaah shollallaahu 'alayhi wa
sallam, yg diriwayatkan oleh sayyidah Hafshoh rodhiyallaahu 'anha:
Barang siapa yg tidak menginapkan niat puasanya sebelum fajar, maka
tiada puasa (yg sah) baginya.
B): Menjelaskan.
Puasa dianggap tidak sah jika dalam niatnya tidak
menjelaskan jenis/nama puasa fardhu yg akan dikerjakan, apakah itu puasa
kafarat, puasa nadzar, puasa Romadhon dalam waktunya, ataukah mengqodho
puasa. Dalilnya adalah sabda Rosulullaah shollallaahu 'alayhi wa
sallam: wa innamaa limriin maa nawaa (dan sesungguhnya bagi seeorang itu
sesuatu sesuai yg ia niatkan). Paling sedikitnya niat puasa Romadhon
adalah 'Nawaytu shouma romadhoona' dan yg paling lengkapnya adalah '
Nawaytu shouma ghodin 'an adaa-i fardhi romadhooni haadzihissanati
iimaanan wahtisaaban lillaahi ta'aalaa ' .
2):Menahan diri dari
jima'/bersetubuh yg disengaja.
3):Menahan diri dari muntah yg disengaja.
Muntah membuat puasa menjadi batal,meskipun merasa yakin tak ada apapun
yg masuk lagi ke dalam perutnya. Jika muntahnya terpaksa dan bukan
karena kesengajaan,maka puasanya tidak batal, meskipun muntahnya dalam
ukuran yg banyak, asalkan tidak ada sesuatupun yg tertelan kembali. Jika
ternyata ada sesuatu yg ikut tertelan, maka puasa menjadi batal dan
harus diqodho nanti. Dalilnya adalah hadits yg diriwayatkan oleh sahabat
Abu Hurayroh Rodhiyallaahu 'anhu, sesungguhnya Nabi shollallaahu
'alayhi wa sallam bersabda: barang siapa yg terpaksa harus muntah, maka
dia tidak wajib mengqodho. Dan barang siapa yg sengaja muntah, maka dia
wajib mengqodho.
4):Menahan diri dari masuknya segala sesuatu pada lubang tubuh yg
terbuka dan menembus ke dalam perut, baik berupa benda padat,benda cair
bahkan juga asap.
5):Islam.
Yg dimaksud adalah dalam keadaan islam.
Tidaklah sah puasanya orang yg sedang murtad, karena syaratnya puasa
adalah niat dan syaratnya niat adalah islam.
6):Suci dari haid dan
nifas.
Tidaklah sah puasanya orang yg sedang haid atau nifas, bahkan
dinyatakan haram oleh kesepakatan ulama salaf. Jika haid atau nifas
berhenti sebelum fajar, maka puasanya sah, meskipun dia belum atau tidak
mandi sepanjang siang, sampai tiba adzan maghrib. Begitu juga bagi
orang yg mengalami mimpi basah pada siang hari, atau memasuki subuh
dalam keadaan junub, maka puasanya sah,meskipun dia tidak atau belum
mandi. Landasannya , sayyidah 'Aisyah rodhiyallaahu 'anha meriwayatkan :
sesungguhnya Nabi shollallaahu 'alayhi wa sallam pernah memasuki subuh
dalam keadaan junub karena jima' dan bukan karena mimpi basah, kemudian
beliau berpuasa.Sedangkan jika haid atau nifas berhenti setelah fajar,meskipun hanya
beberapa menit, maka puasa pada siang harinya tidak sah. Hanya saja
disunahkan untuk ikut imsak sampai maghrib tiba dan nantinya mengqodho
puasa. Adapun jika haid datang setelah adzan maghrib, maka puasa pada
hari itu(sebelum haid) adalah sah dan tidak perlu mengqodhonya.
(bersambung)
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar